Dongeng sebelum tidur itu penting. Paling tidak itu kata survei yang saya lakukan melalui story Instagram @idBaliTersenyum, sehari menjelang perhelatan Cerita Rasa Festival yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 Juli 2022. Menanggapi pernyataan “Mendongeng untuk anak”, 94% responden menyatakan penting, 6% menyatakan tidak sempat dan 0% jawaban untuk pilihan tidak penting dan buang waktu. Menurut kalian, pentingkah dongeng sebelum tidur untuk anak-anak?

Cerita Rasa Festival mengedepankan storytelling dalam program-programnya, selain film, seni dan budaya, yang kesemuanya membutuhkan penceritaan yang baik, jika ingin mengkomunikasikan ide kepada orang lain.

Kegiatan ini adalah rintisan festival pedesaan untuk merayakan cerita, cita rasa dan mempromosikan kepedulian lingkungan, budaya dan kemanusiaan. Cerita Rasa digagas dan diselenggarakan oleh Bali Tersenyum, sebuah sanggar literasi di desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

Mendongeng dan Membaca Cerita

 

Ketika 6% responden menyatakan tidak sempat membaca dongeng untuk anaknya, lalu apakah 94% dari mereka yang menyatakan mendongeng itu penting, telah memiliki waktu untuk membaca dongeng sebelum tidur bagi anak-anak mereka? Untuk menjawab ini, dibutuhkan survei yang lebih detail dan dilakukan oleh mereka yang lebih berkompeten dari pada saya yang suka main-main dan berimajinasi saja.

Di lingkungan dekat saya, terutama generasi seusia, kebanyakan enggan mendongeng untuk anaknya karena tidak tau dongeng yang cocok dibacakan sebelum tidur atau merasa tidak bisa mendongeng. Sikap dan paradigma ini, cukup mengkhawatirkan akan menurun pada anak-anak mereka, karena anak-anak mencontoh orang tuanya. Memberikan satu jawaban untuk persoalan keengganan itu, Cerita Rasa mengemas Pentas Cerita yang mengetengahkan pentas mendongeng dan membaca cerita.

Membaca cerita dibawakan oleh Ayu Nila, remaja Tukadaya yang baru menamatkan sekolah SMK Pariwisata. Nila tampil membaca dongeng Padi dan Hama Wereng, dari buku karya Made Taro yang berjudul Kumpi Mangku Mendongeng. Sesi ini memberikan pilihan cara bercerita, jika tidak menguasai cerita diluar kepala, lakukan dengan membaca. Membaca di depan anak-anak, tentu akan menjadi contoh yang sangat baik bagi perkembangan anak-anak.

Sesi mendongeng dibawakan oleh Melany, dengan dongeng klasik Burung Merpati dan Semut. Dengan penampilan atraktif, permainan tempo dan intonasi yang baik, Melany yang juga seorang guru Sekolah Dasar, mampu mengajak penonton untuk turut hanyut bersama semut dan terbang bersama burung merpati.

Dongeng Sebelum Tidur: Imajinasi dan Minat Baca

Sebelum memulai mendongeng, Melany sempat memberikan gambaran apa itu dongeng dan bagaimana kemudian ia bekerja mengasah imajinasi anak-anak pendengarnya. Saya juga sepakat dengan pernyataannya bahwa dengan mendongeng bagi anak-anak kita, kita juga sedang merangsang minat baca.

Ketika imajinasi anak-anak mulai tumbuh, maka minat mencari tau akan tumbuh. Lalu ke mana mereka akan mencari selain dengan membaca? Kendati saat ini ada media audio visual yang mendominasi kehidupan anak-anak yang lahir bersama gadget.

Ketika kita berusaha dan bicara tentang meningkatkan minat baca, maka ada kewajiban lain, yaitu memberi contoh dan memberi fasilitas berupa buku bacaan yang cukup dan layak sesuai perkembangan usia anak-anak.

Demikian dongeng saya kali ini. Salam literasi!

Sebelumnya terbit di tatkala.com

Mendengarkan dongeng sebelum tidur menjadi pengalaman sepiritual saya dari masa kanak-kanak, dan menjadi rekaman penting dalam perjalanan hidup saya hingga saat ini. Malam-malam musim liburan sekolah di rumah Kumpi (Ibu dari Nenek), adalah malam-malam penuh kisah-kisah ajaib yang diceritakan olehnya. Setelah menghabiskan makan malam di bawah lampu minyak, saya bersama beberapa sepupu yang tinggal satu natah dengan Kumpi, berkumpul di Jineng. Namun, sebelum dongeng pengantar tidur kami diceritakan malam itu, kami harus memijat kaki dan tangan Kumpi. Ada empat cucu yang setiap malam mendapat giliran mengerubutinya. Masing-masing mendapat bagian memijat sebelah tangan atau kaki. Demikianlah setiap malam sepanjang musim liburan sekolah.

Gaya penceritaan Kumpi selalu memikat dan melekat di ingatan. Kadang lucu, kadang sedih, kadang kala juga mengejutkan. Kumpi seringkali menyisipkan tembang, peparikan ataupun cecimpedan yang menguatkan cerita, yang sering masih teringat dan kami ucapkan atau yanyikan ketika bermain keesokan harinya.

Memori Dongeng sebelum tidur

Setelah bertahun-tahun kemudian, ketika Kumpi sudah menjadi Dewa Pitara. Dadong dan Kiang juga sudah pulang ke Gumi Wayah. Dan rumah Kumpi kini sudah tidak ditempati lagi, dongeng pengantar tidur masa kecil itu masih melekat dalam ingatan. Masing-masing dari cucu-cucu Kumpi memiliki favorit ingatannya sendiri. Ada yang menyukai dongeng Men Sepur, Pan Cubling, Sang Landean atau I Siap Selem. Namun yang ada di urutan pertama tetap Pan Balang Tamak yang pandir, lucu dan satir, serta dongeng Cupak Grantang yang begitu epik.

Marilah saya tuliskan sebuah dongeng sebelum tidur yang masih saya ingat. Di sini saya tulis ulang dongeng dalam verisi bahasa Indonesia. Sementara dongeng Kumpi, semuanya dituturkan dalam bahasa Bali. Alih bahasa cerita dan memindahkan dari bahasa tutur ke bahasa tulisan, yang paling mengkhawatirkan rasanya adalah menerjemahkan kelucuan, dengan akar yang berbeda dan tentunya ekspresi bunyi yang juga berbeda. Saya kira juga, ketika membacakan dongeng, sangat penting melakukan improvisasi pada pilihan kata atau peristiwa yang lebih dekat dengan pendengar. Misalnya anak-anak, hendaknya disesuaikan dengan usianya. Adapun lokasi kejadian, bisa disesuaikan dengan alam dan nama-nama tempat di sekitar kita, atau yang dikenal oleh pendengar.

Dongeng I Kakul lan I Kidang yang paling pertama muncul diingatan. Kemudian saya tulis dengan cukup singkat varsi saya. Yang mungkin berbeda dengan versi yang pernah kalian dengar atau baca ditempat lain. Semoga berkenan.

Dongeng Keong dan Kijang

Di sebuah sungai yang melintasi hutang belantara, hiduplah I Kakul, seekor keong hitam, bersama keluarga besar yang jumlahnya mungkin ratusan atau bahkan ribuan, berumah di antara batu-batu di sepanjang sungai itu.

Baca selengkapnya di mipmap.id/dongeng