Esai adalah sebuah karangan pendek yang menjadi sarana mengungkapkan sudut pandang atau perspektif dari sang penulis. Artikel cara menulis esai ini, merupakan sudut pandang saya mengenai esai dan bagaimana ia ditulis dan digunakan, mungkin ini juga bisa disebut esai.

Esai memiliki jangkauan yang sangat luas, ditulis untuk banyak tujuan. Bisa jadi sebuah esai ditulis untuk mengkritisi sebuah kebijakan baru, merespon sebuah pertunjukan seni, memperdebatkan suatu isu di masyarakat yang sedang hangat, ataupun topik-topik ringan yang sangat personal.

Penulis Inggris Aldous Huxley mengatakan "the essay is a literary device for saying almost everything about almost anything" – terjemahan bebas: Esai adalah sarana sastra untuk mengungkapkan nyaris segala hal, tentang apapun.  [Sumber]

Kata kunci yang saya temukan, bahwa esai memuat pokok pikiran, argumentasi dan simpulan yang ingin disampaikan penulis berdasarkan sudut pandangnya, untuk meyakinkan pembaca. Marilah saya ajak untuk menelaah pokok-pokok bahasan dalam artikel cara menulis esai ini.

Tentukan Topik Esai

Dalam menulis apapun, topik adalah kata kunci pertama yang harus ditemukan, bahkan saat menulis sms sekalipun. Saran yang bijaksana biasanya mengatakan, tulislah topik yang dekat dengan dirimu, isu yang akrab dan datang dari lingkunganmu. Ini benar sekali, ketika kita sudah paham dengan isu-isu terkait topik yang akan kita bahas, maka semuanya serasa dimudahkan oleh alam raya.

Tapi, sesungguhnya memilih topik inilah yang paling sulit, karena alam raya ini memiliki topik yang berserakan untuk dipilih satu. Parasiswa atau mahasiswa, biasanya sudah mendapat topik sesuai mata pelajaran, sehingga bisa langsung masuk ke tahap berikutnya.

Jika kamu sedang belajar secara mandiri dalam menulis esai, mari saya beri satu tugas. Buatlah esai dengan topik umum; Cerita Dari Desa. Kemudian persempit topik itu ke satu hal yang lebih spesifik; sungai, padi, petani, air, budaya, kerajinan, alam dan sebagainya. Lagi-lagi, mari tarik garis lebih tajam lagi, misalnya; Cerita Petani Kopi di Desa A, Cerita Penyelamatan Mata Air di Desa B, Cerita Tradisi Panen Padi di Desa C, Cerita Perjuangan Pokdarwis di Desa D, dan sebagainya.

Tentukan Tujuan Menulis Esai

Setelah memilih satu topik, tentukan tujuan dari esai yang akan kamu tulis. Apakah kamu ingin membujuk orang agar mengkuti apa yang kamu lakukan, mendukung apa yang sedang terjadi, mengambil inspirasi dari sesuatu atau seseorang, menceritakan tempat, mengungkapkan sebuah gagasan, atau sesuatu yang lain sama sekali sesuai dengan harapan yang ingin kamu capai dengan esai yang ditulis.

Kata kunci yang bisa menjadi sebuah tujuan dalam menulis esai, diantaranya; membandingkan Sesutu yang sejenis namun beda waktu, membenturkan sesuatu yang berlawanan, mendiskusikan sebuah isu, menjelaskan sebuah proses, mengevaluasi sesuatu yang sedang/ sudah berjalan atau mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan dari suatu isu.

Pertanyaan Kunci

Satu lagi yang kamu butuhkan sebelum mulai menulis esai adalah menentukan pertanyaan kunci, yang akan kamu jawab tengan paparan dalam esai tersebut. Keberadaan pertanyaan ini, akan memberikan fokus yang lebih tajam pada tulisan kita. Menurut saya, untuk satu esai cukup satu pertanyaan. Jika punya banyak pertanyaan, buatlah peper seminar atau gunakan untuk proposal skripsi.

Menulis Kerangka Esai

Sebuah kerangka tulisan, apapun itu, pasti adalah awal, tengah dan akhir, tinggal mengetahui apa yang akan kita tulis sebagai awal, apa yang akan kita bahas sebagai bagian tengah agar tulisan kita meyakinkan dan apa yang akan kita sampaikan sebagai simpulan agar pembaca bersedia sepakat dengan apa yang kita ungkapkan.

Ini adalah cara termudah yang saya rasakan, bagi dalam tiga bagian; Awal (pokok pikiran), Tengah (argumentasi), dan Akhir (simpulan). Simaklah struktur di bawah ini, dan cobalah.

Contoh Kerangka

Cara Menulis Esai Versi Saya

Saya akan membahas bagian per bagian sesuai dengan kerangka di atas, dari sebuah esai ringan yang saya tulis berjudul 'Sendiri Membunuh Sepi: Remote mana?' Kalau mau baca silahkan klik saja.

Ide atau topik dari esai ini adalah ‘Budaya Menonton TV’. Dari pengamatan dan pengalaman yang saya rasakan, saya memutuskan untuk melakukan komparasi atau memperbandingkan suasana menonton tv jaman saya kecil, dengan suasana menonton tv saat ini. Pertanyaan yang ingin saya jawab dalam esai ini adalah, apa imbas perkembangan teknologi televisi terhadap budaya menonton?

Paragraf Awal (pokok pikiran)

Dalam esai Sendiri Membunuh Sepi: Remote mana?, saya memulai dengan mengungkapkan suasana, tujuan dan perasaan penonton tv pada jaman dulu.

Dari paragraf pertama:
Semua orang bersuka-cita mendukung pahlawan-pahlawan olah raga yang mengharumkan nama Indonesia. Mengagumi penyanyi dan artis-artis televisi, yang semuanya tampak begitu cantik, sempurna dan indah.

Dari penggalan paragraph pertama inilah saya mengungkapkan pernyataan saya; Ada kebersamaan dan suka-cita dalam budaya menonton tv.

Paragraf Tengah (argumentasi)

Dalam paragraf berikutnya, saya membahas perubahan teknologi, alasan dan perasaan kepemilikan tv disetiap rumah dan menggambarkan perubahan suasana yang terjadi di masyarakat.

Argumentasi kunci dari esai ini saya letakkan pada paragraf keenam:
Kehidupan sepertinya bergerak terbalik. Ketika tv hanya memiliki dua warna, hitam dan putih, ia memiliki penonton yang begitu banyak dan meriah. Namun ketika warna tv hadir lengkap dan tampak semakin indah, suasana menjadi sunyi tanpa gairah. TV sepertinya hanya sebuah pelarian untuk membunuh sepi, menemani kesendirian, menghilangkan kejenuhan, karena tidak ada teman bicara.

Paragraf Akhir (simpulan)

Menuju ke simpulan atas pandangan saya pada ‘Budaya Menonton TV’, saya melakukan komparasi akhir pada paragraf ketujuh, dengan memperbandingkan nilai, dari suasana menonton jaman dulu dengan sekarang, yang tidak bisa dibayar dengan uang.

Dalam paragraf akhir, saya melempar simpulan bahwa uang dan ego menjadi pembatas, sehingga kita tidak lagi bisa menikmati suasana menonton yang sarat akan kebersamaan dan suka-cita kolektif.

Ruang Belajar Bersama: Tutorial Menulis

Baiklah para pembaca yang budiman, demikianlah cara menulis esai versi saya. Lain kali saya akan membahas proses kreatif ketika saya menulis esai untuk topik lain, misalnya mengenai ulasan sebuah buku, sebuah pertunjukan dan sebagainya. Pada dasarnya saya ingin berbagi mengenai sesuatu berdasarkan pada sebuah studi kasus, yang mungkin bisa dibilang bedah proses kreatif. Jika berkenan mari bergabung di group WA Belajar Menulis Esai bersama mipmap.id.

Bagi yang sedang menulis cerpen silahkan cek tulisan saya ini, Cara Menulis Cerita Pendek Dalam Beberapa Langkah Sederhana.

Jika sudah ada tulisan yang selesai, langkah berikutnya adalah publikasi, bisa melalui blog pribadi atau memilih media online yang menyediakan ruang seperti mipmap.id; kamu bisa lihat bagaimana mengirimkan tulisan ke mipmap melalui laman menjadi penulis.

Menulis adalah keterampilan, seperti menyetir dia harus dilatih. Kalau saya, cara meningkatkan kemampuan menulis adalah dengan sering menulis. Tidak peduli apakah hanya tentang pedasnya rasa cabe yang saya makan tadi pagi atau kritik tentang sebuah pementasan teater di Taman Budaya. Semuanya merupakan latihan, proses belajar, bukan sebuah hasil akhir yang akan membuat saya puas lalu berhenti. Seperti pembalap yang sudah tidak mungkin lagi jadi juara dunia karena kalah cepat dengan yang lebih muda. Tapi terusterang, saya sering kadang jeda beberapa lama karena merasa kehilangan gairah.

Ini adalah draft tulisan ketiga yang saya tulis malam ini, karena tadi sore saya menulis delapan outline dan berharap bisa menulis draft-1 sebanyak mungkin. Kenapa saya tulis materi seperti ini, tentang belajar menulis? Ya karena saya sedang berusaha meningkatkan kemampuan menulis. Sekali lagi, tidak peduli apa topiknya, tulis saja. Tulisan ini juga menjadi catatan buat saya pribadi, sebuah catatan proses balajar.

9 Cara Meningkatkan Kemampuan Menulis

Membaca  merupakan salah satu cara meningkatkan kemampuan menulis. Membaca seperti asupan bergizi, vitamin lenkap bagi seorang penulis. Baca apapun yang bisa ditemukan disekitar kita; koran, majalah, stensilan, novel, cerpen, brosur gadget, menu makanan dan apapun itu. Bangun rasa penasaran pata teks yang ada di dekat kita. Ketika tradisi membaca ini sudah tertanam kuat dalam benak kita, tentu saja kita harus mulai mengumpulan materi bacaan yang berbobot. Pertama pilih buku yang sesuai minat kita, kemudian luaskan koleksi bacaan ke berbagai topik. Semakin beragam topik bacaan kita, maka akan semakin lengkap gizi yang otak kita dapatkan.

Bacaan-bacaan pertama saya adalah koran partai, majalah kriminal, majalah anak-anak, termasuk majalah erotis dan buku-buku dari perpustakaan sekolah terutama sejak SMP. Membaca menurut saya bukan suka atau tidak suka, tapi pembiasaan dan terbentuk dari lingkungan yang membaca. Kalau kalian tidak ada dilingkungan itu, bentuklah lingkungan membaca dari sekarang.

Saya pernah membuat target harian sendiri; lima ide tulisan, dua outline, satu draft tulisan dan satu tulisan yang dipublikasikan di blog. Terus terang itu hanya terjadi selama empat hari, kemudian berusaha menebus dengan menulis beberapa artikel dan mempublikasikannya, seperti saya lakukan saat menulis ini, saya sedang menebus dengan menulis beberapa artikel sampai kantuk tak tertahan lagi. Tapi jujur, tanpa konsistensi, hasil yang kita dapat juga seadanya.

Saya pernah membaca tulisan yang menyarankan agar kita konsisten menulis setiap hari, apapun itu, tidak peduli bagus atau tidak, hasilnya akan disimpan atau dibuang, tulislah sebagai kebiasaan.

Saran lain; menantang diri sendiri menulis satu halaman setiap hari dan konsisten selama satu tahun, maka kita akan punya 360 halaman. Bayangkan jika tulisan itu satu alur cerita, maka kita sudah memiliki sebuah buku. Inilah satu lagi cara meningkatkan kemampuan menulis yang paling ampuh, bayangkan kalau langkah ini tidak dilaksanakan.

Saya sendiri masih meraba-raba, apakah pengetahuan dasar saya sudah cukup atau belum. Tapi paling tidak saya mulai tau kapan harus menggunakan huruf kapital, kapan kalimat saya selesai untuk menaruh titik atau mulai merasakan kapan topik saya habis dan harus memulai paragraf baru. Jaman online seperti sekarang, banyak panduan yang bisa menolong saat kita tersesat.

Saya belajar hal-hal mendasar agar memiliki pijakan. Apa yang saya pelajari selalu coba saya catat dan bagikan dalam sebuah artikel, seperti artikel ini atau artikel tentang sudut pandang cerita, perbedaan naratif dan non-naratif, panduan menulis cerpen dan esai serta yang lainnya.

Membedah tulisan adalah satu proses setelah membaca, artinya dibutuhkan membaca terlebih dahulu. Mungkin kalian pernah mendengar istilah bedah buku. Dalam acara bedah buku ditampilkan narasumber yang kompeten dari bidang tertentu dan pastinya telah membaca buku tersebut, sehingga bisa mengulas isi buku sesuai kompetensi bidangnya. Nah, kita juga bisa melakukan itu, membedah sesuai kebutuhan kita.

Cara ini menarik dilakukan jikga kita sedang mencari topik tulisan dan ingin tau cara mengembangkan topik tersebut. Maka kita bisa membaca artikel sesuai topik yang kita inginkan, kemudian menganalisa dan menemukan ide-ide pokok tulisan tersebut. Dalam proses ini kita juga bisa mengamati gaya tulisan, pemilihan kata, panjang tulisan dan sebagainya.

Dalam proses belajar saya pernah melakukan imitasi terhadap berita. Konsep ATM (amati, tiru, modifikasi) berhasil dengan baik. Ceritanya begini; ketika SMP saya dikutkan lomba menulis berita, kemudian saya membaca beberpa berita koran dan menyesuaikan dengan bahan dan informasi yang mungkin saya dapat di lingkungan sekolah sesuai tema lomba. Jadilah saya menulis berita tentang pembangunan taman sekolah yang dimodifikasi dari berita pembangunan jembatan, dan satu berita tentang sekolah kami menjadi juara lomba lari yang dimodifikasi dari berita olahraga dayung.

Di sebuah  baju kaos saya pernah membaca, sekelompok orang pergi dengan tujuan namanya rombongan dan sekelompok orang pergi tanpa tujuan namanya rombengan. Sedangkan seorang yang pergi dengan tujuan dan peta jalan yang pasti namanya Ojol.

Ya, seperti ojol, kita sebagai penulis membutuhkan peta yang jelas ketika mulai menulis, walaupun ditengah jalan akan belok kanan-kiri, masuk gang sana-sini, namun kita sudah tau ujungnya mau kemana. Menurut saya menulis outline atau kerangka karangan adalah modal penting ketika kita telah memiliki ide yang baik.

“Ah tidak usah menulis outline, tulis saja langsung artikelnya, biar tidak keburu hilang idenya”.

Fine, kalau menilis 300 – 500 kata dengan ide dan materi yang sudah sangat dikuasai, tanpa outline pasti bisa beres tulisannya. Tapi jika menilis 1000 kata ke atas dengan materi yang baru dan butuh riset, maka saran saya bersahabatlah dengan outline.

Kalau saya alur kerjanya adalah, mencatat ide-ide yang muncul dalam satu kalimat dan menambahkan catatan kecil, kemudian membuat outline untuk beberapa ide dalam satu kesempatan, melakukan riset bila diperlukan, kemudian baru memasuki proses penulisan cepat tanpa mikir, dan akhirnya editing.

Saya ingat slogan Bupati Jembrana dulu, “Kalau mau pasti bisa!” Termasuk menulis, kalau mau pasti menulis, dan kalau tidak menulisa tidak akan pernah tau kita bisa menulis apa tidak. Tapi saya yakin, kalian yang membaca tulisan ini pasti memiliki keinginan menulis, atau bahkan selama ini sudah menulis.

Sejak sering saya ajak ke acara bedah buku dan menonton pentas seni, anak saya yang berusia 8 tahun mulai menulis ceritanya sendiri. Kenapa dia menulis? Pertama karena dia melihat saya menulis dan menerbitkan buku, kedua dia mulai suka membaca, favoritnya sekarang adalah komik dan dongeng. Saya kira kuncinya adalah dia merasa senang dan dihargai. Kemarin dia menulis empat puisi pertamanya, salahsatunya seperti berikut ini;

Api dan Air

Kompor isi api
Sampai rumah terbakar
Tetangga padamkan dengan air
Api itu kalah
Air menang
(Puspa Dewi, 2020)

Lebih baik menghasilkan tulisan dari pada tidak sama sekali, bagus atau tidak, bisa diedit kemudian.

Menghasilkan tulisan yang selesai adalah kemenangan. Selesai dalam artian bahwa kita telah menulis semua ide dari awal hingga akhir dan tidak ada yang ingin kita sambung lagi, kita telah memerdekakan pikiran kita dari belenggu unek-unek.

Namun seperti kemerdekaan Negara, hari merdeka itu hanyalah awal dari penataan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika draft tulisan selesai, hadiahi diri dengan es krim dan tidur yang nyenyak. Keesokan harinya, baca lagi dan mulai menata dan menulis ulang yang perlu di perbaiki. Buang yang tidak perlu dan mantapkan lagi bagian perbagian. Dalam editing pertama, kita masih melibatkan rasa, ide-ide dan emosi.

Ketika memasuki final editing, maka lupakan emosi, cukup fokus pada teknis, tata bahasa, ejaan, huruf dan tanda baca. Maka selesailah tulisan itu.

Kalau sudah yakin untuk menyerahkan nasib tulisan pada pembaca, cobalah menemukan seseorang sebagai pembaca pertama. Pilihan bisa keluarga, teman atau siapapun. Namun saya menyerankan agar pembaca pertama ini memiliki minat yang sama, dan bersedia memberi dukungan secara proporsiaonal; kalau jelek dia bisa mengkritik, kalau dirasa menarik dia bisa memberi apresiasi.

Dimana bisa menemukan orang yang tepat? Biasanya bisa kita temukan ketika bergabung dengan klub menulis, mengikuti kelas menulis atau sejak awal memang menentukan rekan menulis, yang sama-sama berjuang saling mendukung. Rekan menulis, atau klub menulis yang sama-sama aktif akan membatu menjaga api dalam dirikita tatap menyala, dan kita malu untuk tidak menulis.

Ketika sudah rutin menulis dan mulai mengeksplorasi tema-tema baru, riset menjadi hal yang penting. Seberapa dalam dan besar riset yang perlu dilakuakan? Tentu saja mengacu pada kebutuhan materi pendukung dari tulisan, dan seberapa dalam pembahasan yang kita lakukan terkait isu atau ide tulisan kita.

Mendengar kata riset, saya selalu ingat pak BJ. Habibie, Menteri Riset dan Teknologi yang terkenal itu. Riset selalu saya kaitkan dengan teknologi dan penemuan baru atau sesuatu yang canggih. Kemudian, riset dalam menulis saya pahami sebagai pengumpulan data dan informasi untuk mendukung sudut pandang atau mematangkan karakter dan seting dari tulisan saya.

Riset yang saya lakukan mulai dari riset dalam ingatan, membaca berbagai literatur, mendengar dari orang di sekitar, mewawancarai orang secara khusus, hingga membedah buku statistik. Perlakuan ini kembali lagi pada kebutuhan tulisan kita. Poin nomor sembilan ini, sesungguhnya kembali lagi pada poin pertama, membaca adalah kewajiban; membaca teks dan membaca lingkungan sekitar kita adalah bagian dari riset.

Menulis surat adalah cara belajar menulis yang sangat bagus, karena menulis surat cinta yang begitu emosional; melibatkan hati, pikiran dan getaran-getaran fisik. Siapa di antara kalian yang mengalami menulis surat cinta? Menulis surat, menulis dengan tangan bukan mengetik, kemudian dibungkus dalam amplop dan dikirimkan melalui pos atau dititipkan pada seseorang. Kalau kalian mengalami, kiranya kalian adalah anak 70an atau 80an, atau apa mungkin anak 90an masih ada yang bersurat-suratan?

Surat cinta, pernyataan cinta, sebuah karya tulis yang biasanya berisi ungkapan perasaan si penulis kepada pembacanya, sang pujaan hati. Surat itu isinya hanya aku dan kamu, dunia milik berdua sedangkan yang lain hanya numpang lewat. Kadang sialnya, orang lain yang tidak dianggap dalam surat itu malah lebih ingin tau isinya dan kadang melakukan sensor illegal, bahkan kadang mengganti isi surat sebelum sampai di tujuan.

Selain surat cinta, biasanya anak kos belajar menulis surat pada Ibunya, atau sebaliknya,  yang biasanya diakhiri dengan proposal anggaran belanja anak kos bulan berikutnya. Sedangkan surat dari orang tua kepada anak kos, umumnya lebih panjang lebar berisi petuah dan peringatan untuk tidak keluyuran dan jangan pacaran melulu. Anak kos biasanya baru membaca surat untuknya sebagai referensi saat menulis proposal anggaran bulan berikutnya. Kualat, makanya ketemunya mie instan mulu.

Kalau mau belajar menulis, kenapa saya bahas surat menyurat? Karena dalam tipe surat menyurat ini yang paling mudah menemukan contoh dari pokok bahasan artikel ini, yaitu sudut pandang bercerita. Marilah saya ceritakan tiga sudut pandang tokoh dalam bercerita.

Tiga Sudut Pandang Dalam Belajar Menulis

Sudut Pandang Orang Pertama

Karakter utama dalam cerita akan menggunakan kata ganti orang pertama; saya, kita, aku, dan sebutan lain yang menyesuaikan seting tempat, kebiasaan atau asal-usul si tokoh. Bercerita menggunakan perspektif orang pertama mampu mengantarkan kedalaman cerita dari karakter dan nuansa keintiman. Pembaca akan digiring merasakan perasaan Aku, si tokoh yang memposisikan pembaca menjadi teman curhat, teman ngobrol.

“Namaku Ayuniah, terlahir di sebuah desa di tepaian sungai Ayung. Aku selalu bermimpi bisa terbang dan sejak kecil kupikir aku adalah malaikat, padahal bukan. Aku hanya peri yang berumah di lubang pohon besar itu.”

Paragraf di atas adalah contoh penceritaan yang mengambil sudut pandang orang pertama. Ayuniah sedang bercerita pada pendengarnya, pembacanya. Ini seperti kamu menceritakan kejadian yang baru saja menimpamu kepada temanmu. “Aku tadi ketemu cowok, guanteng bingitz. Dadaku sontak bergegup kencang seperti genderang mau perang.”

Sudut Pandang Orang Kedua

Untuk bercerita menggunakan sudut pandang orang kedua, penulis akan menggunakan kata ganti Kamu, Anda atau Kalian. Penggunaan sudut pandang orang kedua dalam cerita, akan membuat pembaca merasa ini adalah cerita tentang diri mereka. Pembaca melakukan setiap aksi yang terjadi dalam ceita tersebut.

“Namamu Ayuniah, terlahir di sebuah desa di tepaian sungai Ayung. Kamu selalu bermimpi bisa terbang dan sejak kecil kamu pikir kamu adalah malaikat, padahal bukan. Kamu hanya peri yang berumah di lubang pohon besar itu.”

Kalau kita kembali pada bahasan tentang surat, sudut pandang orang kedu sering digunakan saat mengungkapkan sanjungan atau nasehat. “Kamu adalah rembulan yang bersinar menyibak kegelapan.” Atau, “Nak, kamu adalah harapan keluarga, jagalah sikap di rantau, belajar yang giat untuk mencapai cita-citamu. Masa depanmu ada di tanganmu. Kamulah yang menentukan pilihan, mau jadi apa nantinya. Kamu yang memutuskan nasibmu sendiri.”

Sudut Pandang Orang Ketiga

Tipe bercerita dengan sudut pandang orang ketiga merupakan pilihan yang paling banyak kita temukan dalam cerpan atau novel, dimana tokoh utama menggunakan kata ganti; mereka, dia, orang itu, lelaki itu, atau nama orang. Ceritanya pasti menceritakan orang lain. Lihat saja mulai dari epos Mahabarata, Ramayana atau karya besar seperti Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Toer. Kejadian yang diceritakan adalah tengang orang lain, bukan sang pencerita atau si pembaca, tetapi tokoh-tokoh yang berbeda diluar mereka berdua.

“Namanya Ayuniah, terlahir di sebuah desa di tepaian sungai Ayung. Dia selalu bermimpi bisa terbang dan sejak kecil dia pikir dirinya adalah malaikat, padahal bukan. Dia hanya peri yang berumah di lubang pohon besar itu.”

Apakah Sudut Pandang Adalah Pilihan?

Ya, sudut pandang adalah pilihan. Ketika Chairil Anwar menulis puisi berjudul Aku, tentu memiliki alasan kuat selain bahwa puisi cenderung personal dan intim. Sudut pandang orang pertama dan orang ketiga merupakan pilihan yang paling banyak digunakan. Saya sendiri belum pernah mencoba menulis cerita fiksi dengan sudut pandang orang kedua secara penuh. Tapi patut dicoba.

Penggunaan sudut pandang tokoh dapat menjadi sebuah eksperimen yang menarik. Saya mencobanya dalam cerpen berjudul Kawan Tiba (Suatu) Senja. Yang merekam sebuah obrolan dua orang yang saling bercerita satu sama lain. Ada kalanya saya sebagai pencerita menggunakan sudut pandang orang ketiga, di saat lain tokoh dalam cerita akan bercerita dengan sudut pandang orang kedua atau juga sudut pandang orang pertama.

Saya rasa pilihan apapun yang kita ambil dalam bercerita, tentunya perpegang pada emosi apa yang ingin kita teruskan pada pembaca. Ketika kita memiliki ide cerita dan memahami dengan baik kedalaman cerita tersebut, secara alamiah kita akan menemukan sudut pandang penceritaan yang tepat. Cerita dengan sudut pandang orang pertama ada dalam cerpen saya berjudul Maaf Untuk May dan beberapa esai ringan seperti Cerita Tentang Rumah, Sumur dan Mata Air.

Untuk contoh cerita dengan sudut pandang orang ketiga, saya rasa sangat mudah untuk ditemukan. Kalau mau membaca cerpen saya, silahkan simak cerpen Kaki Wari. Untuk cerita dengan sudut pandang orang kedua, saya belum menemukan referensinya, kalau kalian punya contoh, mohon kiranya bersedia bagi di komentar. Mari belajar menulis.

Kalau mau belajar nulis, baiknya belajar menulis naratif atau non-naratif? Sebenarnya tulis saja, karena belajar menulis adalah menulis itu sendiri. Teori dan pemahaman istilah-istilah seperti ini bisa dipelajari sambil jalan. Seperti kita belajar berjalan, mana pernah Ibu kita memberi teori teknik melangkah. Semuanya dipelajari sambil jalan sesuai kebutuhan, sesuai tantangan yang ada di depan kita. Yang Ibu kita lakukan adalah memberi semangat dan memberi apresiasi pada usaha kita. Ayo menulis!

Naratif atau non naratif adalah istilah yang saya temukan baik dalam dunia menulis ataupun dalam dunia film. Awalnya saya simpulkan bahwa dalam film, naratif adalah film cerita atau film fiksi dan non-naratif adalah film non-cerita yang bukan fiksi tentunya, sesederhana itu. Setelah memiliki kesimpulan itu saya anggap sudah selesai. Namun belakangan, karena menonton semakin banyak film saya mengetahui film non-fiksi, documenter ataupun program televisi juga dapat menggunakan cara bertutur naratif, dan demikian pula dalam menulis. Menulis sejarah juga bisa dikisahkan secara naratif.

Belajar Menulis Di Sekolah Dasar

Ingatkah kalian pelajaran menulis atau yang kita sebut dengan pelajaran mengarang? Seingat saya mengarang sudah mulai sejak di sekolah dasar. Kalau tidak salah, kelas empat atau kelas lima sudah mendapat tugas mengarang cerita. Secara serempak kita akan menulis sebauh kaliamat pembuka; Pada suatu hari saya pergi berlibur ke rumah nenek, dan seterusnya. Gaya menulis atau mengarang yang diajarkan pada kita ketika itu adalah cara bertutur secara naratif. Menarasikan tentang seseorang (tokoh) yang melakukan sesuatu (peristiwa) di suatu tempat (seting).

Bagaimanadengan menulis artikel untuk blog? Menurut saya, para blogger menulis dengan dua cara bertutur ini, naratif maupun non-naratif. Tentu saja tergantung dari karakter konten dan penulisnya. Menulis sebuah review film, bisa dibuat naratif ataupun non-naratif, bahkan menulis sebuah tutorial juga dapat memilih menggunakan cara tutur naratif.
Gini aja, ayuk kita simak apa sih perbedaan cara bertutur naratif dan non-naratif? Ketika kita sudah memiliki pemahaman dasarnya, kita jadi bisa mengenali selama ini cara bertutur kita dalam menulis itu cenderung ke mana sih? Atau kalau yang dalam proses belajar menulis, akan bisa melakukan eksperimen teknik bertutur ketika kita mengenali dua tipe bertutur ini, untuk dapat mencapai tujuan dari tulisan itu sendiri.

Perbedaan Naskah Naratif dan Non-Naratif

Bertutur naratif adalah bercerita, mendongeng, atau menyampaikan sebuah cerita, baik itu fiksi atau non-fiksi. Bertutur non-naratif adalah teknik penulisan yang terstruktur yang digunakan untuk aplikasi formal, makalah penelitian atau tulisan pembelajaran akademik. Kalau kita melihat bentuk atau contoh, ambil dan bacalah sebuah cerita pendek fiksi dan kemudian baca sebuah tugas esai tentang kesehatan.

Kisah naratif mengambil berbagai sudut pandang baik itu perspektif orang pertama, orang kedua ataupun orang ketiga. Sedangkan tulisan non-naratif selalu menggunakan sudut pandang orang ketiga. Kalau kalian sudah mencoba membaca dan memperbandingkan dua cara bertutur seperti yang saya sarankan di paragraf sebelumnya, kalian pasti dapat merasakan nuansa sudut pandang penceritaan ini.

Kemudian kita bicara format. Bertutur naratif lebih menekankan pada cerita; ada alur dari sebuah awalan yang menjadi seting atau penanda yang akan terjadi di masa depan dalam cerita tersebut. Ada aksi, ada kegagalan, ada klimak, dan ada resolusi. Kisah naratif memiliki plot, karakter dan seting sebagai kerangka bangunan bercerita. Sedangkan non-naratif selalu formal; dengan pembukaan, isi, dan konklusi, yang umumnya bertujuan menginformasikan dan mendidik. Penulisan non-naratif diawali dengan pendapat atau sudut pandang penulis tentang isu yang diangkat, kemudian didukung oleh data-data dan sumber-sumber yang dianggap kredibel.

Struktur kaliamat dalam bertutur naratif lebih lues yang kadang sengaja menggunakan struktur kalimat dengan susunan kata yang tidak biasa. Berusaha menemukan ritme atau rima sehingga kadang membolak-balik kata dalam struktur kalimat. Dalam menuliskan dialog, penutur naratif dapat membuat ungkapan yang lebih otentik, natural seperti kaliamat obrolan warung kopi yang gado-gado atau slengekan. Sedangkan dalam penulisan non-naratif sangat menekankan tata bahasa yang baik dan baku, karena bertujuan untuk pendidikan atau informasi-informasi formal.

Dalam penggunaan referensi atau hasil riset, penulisan non-naratif mengacu pada hasil riset formal yang dipertanggungjawabkan dengan mencantuman informasi sumber dengan jelas. Ketika menambahkan statistik atau kutipan, wajib ditulis sumbernya pula. Untuk penulisan naratif, riset dan referensi kerap diperlukan, namun tidak melakukan pencantuman sumber secara jelas atau detail seperti non-naratif, walaupun tulisan naratif yang sifatnya non-fiksi atau dari kejadian nyata.

Belajar Menulis Naratif atau Non-Naratif, Mana Yang Mau Dicoba?

Kalau saya mengingat pelajaran pertama dalam menulis, yaitu mengarang cerita tentang liburan sekolah, adalah cara bertutur naratif. Terus bagaimana kalau kita menulis untuk blog? Selama ini karena saya lebih banyak menulis berdasarkan pengalaman sendiri dan latar kepenulisan saya lebih banyak menulis cerita fiksi, maka gaya bertutur saya cenderung naratif. Saya lebih nyaman bertutur begini, bercerita, seprti saya ngobrol sama teman di teras rumah.

Penulisan non-naratif pernah saya lakukan ketika menulis untuk video-video profile perusahaan atau video laporan dinas pemerintah. Video-video seperti itu umumnya bicara data dan statistik perjalanan usaha atau tingkat pencapaian program-program dan pelayanan masyarakat. Demikainlah, cara bertutur akhirnya adalah pilihan sesuai dengan kebutuhan, maka tulis saja. Selamat menulis, mari berbagi dan saling menginspirasi.

Cara menulis cerpen ini saya tulis sebagai upaya pembelajaran diri, sebuah catatan proses kreatif saya dalam menulis cerpen selama ini. Tentu saja ini bukan cara baku, apalagi kaku. Karena menulis adalah proses kreatif, yang aturan paling mendasar adalah kebebasan berekspresi. Ayo tulislah, jangan ragu.

Cerita bisa disebut cerita pendek atau cerpen, tentu saja ketika dia pendek. Mengukur panjang pendeknya tentu kita butuh parameter. Parameter yang umum adalah ketersediaan ruang untuk penerbitan. Media seperti Koran Kompas, mensyaratkan maksimal panjang cerpen adalah 10.000 karakter, atau kurang lebih 1500 kata, dan jika diketik 1,5 spasi, Time New roman 12 akan tercapai 5 halaman A4. Ada juga media yang hanya menyediakan ruang untuk tulisan sepanjang 700 kata, atau kurang lebih 5000 karakter.

Lalu, apakah boleh menulis cerita lebih pendek dari itu? Tentu saja boleh. Mari kembali pada aturan paling mendasar; kebebasan berekspresi. Untuk cerita-cerita yang lebih pendek, misalnya dibawah 300 hingga Cuma 5 kata; ada beberapa istilah yang digunakan untuk penyebutannya. Misalnya Cermin atau cerita mini, dalam Bahasa inggris ada istilah short-short story, micro fiction dan flash fiction.

Semakin pendek batasan ceritanya, maka semakin padat cerita yang ditulis untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau pesan. Dan pasti semakin menantang sebagai sebuah eksperimentasi bertutur.

Kenikmatan Membaca Cerita Pendek

Menikmati cerpen membutuhkan waktu dan energi yang lebih sedikit dibandingkan membaca karya sastra panjang seperti novel. Sebuah cerpen bisa dibaca hingga selesai, bahkan sebelum nomor antrian dipanggil di ruang tunggu dokter. Cerpen yang ditulis dengan cara bertutur yang baik, biasanya membuat pembacanya enggan berhenti sebelum menemukan endingnya.

Buat saya, cerita pendek yang memberikan kenikmatan adalah cerita yang memberikan daya kejut yang kuat saat kita akan mencapai akhir. Atau cerita yang memiliki lapisan pesan yang kuat di balik kisah yang terkesan biasa, yang biasanya jenis cerpen ini memberikan ruang pikir dan memicu sebuah ide baru untuk diungkapkan. Satu lagi, cerpen yang menarik adalah ketika ia memiliki konteks yang kuat dengan pemikiran saya, atau dekat dengan situasi dan isu terkini; bagusnya lagi ketika gagasannya masih relevan sejak ditulis hingga ketika dibaca lagi sepuluh tahun kemudian.

Karena keterbatasan cerita pendek adalah pada jumlah kata, tentu saja dalam bercerita tidak sebebas menulis novel, yang bisa menulis lebih dari 10.000 kata. Namun bagi saya, apapun formatnya, struktur sebuah cerita tidak bisa lepas dari unsur pembuka, konflik, ketegangan, klimak dan ending. Yang seru dari struktur cerpen adalah, kita bisa memulai paragraf pembuka dengan sebuah konflik atau ketegangan. Kita bisa mengaduk-aduk perasaan pembaca sejak awal.

Cara Menulis Cerpen Dalam 8 Langkah

Baiklah, mari saya bagikan cara atau langkah-langkah, yang saya perbuat ketika hendak menulis sebuah cerpen. Meskipun ini tersusun berurutan dari atas ke bawah, mungkin bukan berarti urutan ini selalu cocok dengan semua orang. Tulisan ini juga hanya membutuhkan beberapa menit untuk dibaca, namun pada kenyataannya, setiap poin yang saya tulis di bawah ini, membutuhkan inkubasi lebih lama dari menghabiskan sebatang rokok.

Hal pertama dari langkah-langkah cara menulis cerpen versi saya, adalah; saya cenderung bergerak dari sebuah gagasan yang emosional, karakter yang melawan atau sedang kontra terhadap sesuatu. Jika sebuah isu dapat menyentuh secara emosional dan terasa intim dengan apa yang saya rasakan, maka saat itulah gagasan awal saya temukan.

Namun harus berhati-hati, apakah gagasan itu cukup layak untuk diceritakan sebagai sebuah karya yang akan dibagikan pada publik, atau hanya emosi curhat yang sangat personal, yang sebaiknya diceritakan pada buku diari saja. Gagasan dasar ini hendaknya bisa lebih universal dan menyentuh orang lain, yang akan membaca tulisan kita.

Ramuan kisah kekerasan politik, kehilangan, perjuangan hidup, cinta tak terbalas; selalu dapat menguras emosi. Dari gagasan dasar ini, bagaimana kemudian kita menariknya pada kehidupan nyata, kehidupan hari ini, membuatnya bersentuhan dengan emosi dasar manusia.

Kisah seorang anak kehilangan mainan, dibandingkan dengan ketika seorang anak kehilangan anjing peliharaannya atau kehilangan Ibunya, tentu akan memberikan emosi yang berbeda.

Ini adalah salah satu cara bagi seorang pemula seperti saya, fokus pada satu kasus khusus, sehingga cerita tidak melebar ke mana-mana. Saking fokusnya, kadang saya membuat sebuah cerita dengan seting waktu yang terjadi hanya dalam rentang satu hari atau beberapa saat saja.

Dalam cerpen Prahara Secangkir Kopi yang menjadi cerpen pembuka dalam buku kumpulan cerpen Politik Kasur, Dengkur dan Kubur, saya berfokus pada perasaan dan gerak-gerik fisik tokoh utama Kayan, bagaimana ia bereaksi terhadap situasi yang dihadapi; berseteru dengan istrinya, sehingga tidak dibuatkan kopi. Saya berfokus pada konflik batin, berusaha terus meningkatkan nuansa depresi, hingga mencapai ending.

Tentu saja bagi yang sudah berpengalaman dan punya kemampuan bercerita dan bahasa yang digjaya, sangat mungkin memasukkan lapisan-lapisan lain, pesan-pesan tersirat, maksud terselubung, simbol-simbol tertentu dalam tiap paragraf ceritanya.

Ada tokoh, ada aksi, ada reaksi dan ada situasi; itulah yang menggerakkan cerita. Tokoh yang meyakinkan adalah tokoh yang masuk akal dan pantas untuk melakukan aksi yang penulis inginkan, dan sanggup bereaksi atas situasi yang menghantamnya.

Tokoh Kayan  dalam cerpen Prahara Secangkir Kopi, saya ciptakan sebagai laki-laki cuek, menganggap semuanya akan berjalan baik-baik saja, luka akan sembuh sendiri, berharap semuanya damai apa adanya, sehingga ketika dia dihadapkan pada konflik di rumahnya, dia memilih kabur keluar rumah, dan ketika ada konflik di luar rumah ia memilih kabur, dengan pulang. Sikap cuek inilah yang menjadi prahara dalam cerita ini.

Awal, tengah dan akhir. Lahir, hidup dan mati; menjadi dasar sebuah kehidupan dan cerita adalah replika dari kehidupan nyata yang sangat nyata dengan bumbu fantasi dan kenakalan penciptanya, penulis.

Struktur ini – awal, tengah, akhir – tidak selalu bisa diartikan secara harfiah sebagai urutan waktu atau kejadian yang runut secara kronologis; a, b, c, d, e …, namun sangat mungkin dimulai dari e mundur ke b, maju ke c, mundur ke a, lalu berakhir di d.

Cerpen Prahara Secangkir Kopi adalah contoh cerpen menggunakan struktur kronologis, maju pantang mundur. Dari Kayan bangun tidur pagi itu, berangkat ke kantor, pergi ke taman, pulang dan berakhir di rumah malam itu juga. Walaupun ada paragraf menyinggung kejadian lama, namun tetap ada dalam kerangka perasaan Kayan saat itu, bukan lompatan secara struktur.

Sebuah cerpen dengan struktur yang maju mundur saya ambil contoh, cerpen berjudul Terumbu Tulang Istri karya Made Adnyana Ole, dalam buku kumpulan cerpen Gadis Suci Melukis Tanda Suci Di Tempat Suci. Cerpen ini saya ambil sebagai contoh karena menggunakan nama tokoh yang sama, Kayan.

Di awal cerita, Kayan versi Adnyana Ole ditempatkan pada kisah hari ini, saat ia melakukan ziarah pagi ke dasar laut. Kemudian mundur ke masa Kayan bekerja sebagai guide diving, pada bagian berikutnya digambarkan Kayan entah beberapa tahun sebelumnya ketika ia dipisahkan dari istrinya oleh warga adat, kemudian melompat lagi ke belakang ketika Kayan berusia 13 tahun dan bekerja sebagai pegawai villa, dan cerita ini diakhiri dengan kisah asmara Kayan dengan istrinya yang menjawab kenapa warga adat tega memisahkan mereka. Struktur bercerita yang brilian.

Ketika mulai menulis, mungkin saja kita memiliki struktur yang kronologis, kemudian saat proses editing, eksperimentasi struktur bisa dilakukan untuk mendapatkan emosi tertentu dalam cerita.

Karena cerpen adalah cerita pendek, tidak ada waktu untuk bertele-tele, maka mulailah dengan sesuatu yang mengejutkan. Sebuah pokok pikiran yang menjadi kunci yang bisa nyantol di kepala pembaca, sehingga mereka tidak bisa berpaling ke lain hati.

Cerpen Prahara Secangkir Kopi saya mulai dengan konflik Kayan dengan Istrinya, dan menjadi pembuka yang menggerakkan cerita. Menarik atau tidak, terserah pembaca kemudian menilai setelah membacanya. Masih ada loh bukunya kalau mau.

Pada cerpen Terumbu Tulang Istri, Ole memaparkan dalam empat paragraf, perjalanan Kayan melakukan ziarah ke dasar laut, bercumbu dengan karang yang ternyata adalah tulang istrinya. Siapa yang tidak tersentu dengan pokok pikiran cerita seperti itu?

Satu lagi cerpen renyah yang ingin saya jadikan contoh, cerpen Putu Wijaya berjudul Laila, yang ditulis 12 Oktober 09, dibuka dengan kejadian seorang pembantu yang sedang menangis, dan dalam sebuah paragraf awal terungkaplah situasi yang sedang dihadapi Laila, sang pembantu.

”Dia punya konflik,” kata istri saya kemudian. ”Suaminya kurang ajar. Masak memaksa Laila banting tulang, tapi dianya ngurus anak ogah! Primitif banget! Laki-laki apa itu? Giliran anaknya kena DB dibiarin saja. Coba kalau sampai mati bagaimana? Pasti si Laila lagi yang disalahin! Memangnya perempuan WC untuk nampung kotoran?!” [Sumber]

Setiap bagian dalam cerita hendaknya adalah hal-hal yang penting dan menguatkan cerita. Setiap paragraf haruslah menggambarkan pokok masalah secara jelas dan tuntas, dan sebagiknya tidak lagi mengulangi pokok pikiran tersebut di lain paragraf, kecuali memang sebuah teknik pengulangan yang menguatkan cerita.

Kalimat mesti mampu bercerita dengan lugas, sesederhana mungkin. Menurut saya, berhasil dalam bercerita adalah ketika mampu mencapai puncak cerita dengan cepat dan tepat, kalau ada jalan short cut, ambil jalur itu dan ajak pembaca ke terminal pemberhentian dengan segera, walaupun perjalanan cerita masih akan berlanjut ke pemberhentian selanjutnya, hingga akhir.

Pilihan kata juga menjadi sesuatu yang sangat amat penting, karena sebagai penunjuk jalan cerita, kita bertanggung jawab pada kenyamanan penumpang. Namun tentu saja kita memiliki hak penuh atas kata-kata seperti apa yang ingin digunakan; kadang berikan mereka jalan mulus, sesekali biarkan mereka terguncang dengan menceburkannya ke kubangan di tengah jalan, karena kenakalan ini adalah dinamika perjalanan cerita, sehingga pembaca tidak tidur atau turun di tengah jalan.

Seperti virus, sebuah tulisan membutuhkan masa inkubasi yang cukup agar matang dan bisa menimbulkan penyakit yang menyengat pada pembaca. Berapa lama? Tentu saja tergantung jenis virusnya; kalau jenis virus deadline mungkin hanya punya waktu beberapa jam. Pada pokoknya adalah, sempatkan untuk mebaca ulang dengan suasana jernih, ambil sudut pandang baru sesuai kebutuhan, kemudian rasakan dan mulailah menyunat segala yang dirasa berlebihan dan lakukan tambal sulam pada bagian yang masih compang-camping.

Saya kadang membutuhkan 4 – 5 kali baca ulang dan koreksi, sebelum didiamkan dalam kurun waktu tidak terbatas, sambil melakukan pengayaan wawasan atas topik yang saya bahas. Kendati sedang menulis fiksi, kita membutuhkan pijakan nyata untuk menguatkan. Mencari referensi karya tulisan orang lain juga penting. Tulisan yang membahas topik sejenis, atau menggunakan gaya bercerita serupa dengan yang sedang kita kerjakan, barulah kemudian suatu saat yang tepat, tulisan itu kita baca dan kita koreksi lagi.

Satu langkah yang menjadi bagian penting cara menulis cerpen ini, yang saya anggap baik dan patut untuk selalu dicoba adalah, tunjukan tulisan ini pada orang yang netral, seorang mentor, minta pendapatnya; dan pastikan hati dan pikiran kita terbuka menerima segala saran dan kritik yang kemudian muncul. Jangan baper.

Tahap terakhir dari cara menulis cerpen ini, yang sesungguhnya adalah langkah pertama adalah; tulislah, berceritalah. Jika kamu baru mulai belajar menulis, tetapkan waktu menulis secara konsisten, cukup tiga paragraf tiap waktu, jangan pedulikan kualitasnya dulu, fokuslah pada kuantitas dan konsistensi.

Ketika kamu sudah memiliki tradisi menulis dalam dirimu, baru kemudian mulai meningkatkan kualitas dengan mengisi diri, membaca sebanyak mungkin, apakah itu karya sastra sejenis yang ingin kamu tulis, ataupun tulisan atau buku lain dari berbagai bidang keilmuan.

Ruang Belajar Bersama: Tutorial Menulis

Masuklah ke dalam komunitas yang sehat dan mendukung proses pembelajaran kita. Tidak hanya kelompok yang berkaitan dengan tulis-menulis, tapi berbagai kelompok kemasyarakatan yang memancing pemikiran baru, sudut pandang baru dan kemungkinan-kemungkinan baru dalam kehidupan. Jika berkenan mari bergabung di group WA Belajar Menulis Cerpen bersama mipmap.id.

Baiklah, saya sudah menulis lebih dari 10 ribu karakter mengenai cara menulis cerpen, yang tentu saja ini bukan pendek lagi, apalagi dibaca di hand phone. Semoga cukup lugas. Semua yang saya tulis adalah kisah dari sudut pandang diri saya. Tentu saja akan banyak sudut berbeda dengan proses kreatif yang sedang kalian alami. Semoga berkenan.

Jika sudah ada cerpen yang selesai, langkah berikutnya adalah publikasi. Bisa melalui blog pribadi atau memilih media cetak atau online yang menyediakan ruang seperti mipmap.id; kamu bisa lihat bagaimana mengirimkan tulisan ke mipmap melalui laman menjadi penulis.